A.
PROTEIN
Protein merupakan polimer
biologis yang mengekspresikan fungsi dari suatu sel. Protein tersusun dari
suatu monomer yang disebut dengan asam amino. Asam amino ini akan saling
berikatan membentuk suatu rantai polipeptida, di mana rantai polipeptida ini
nantinya akan menyusun protein sehingga protein terlihat seperti memiliki
bentuk 3 dimensi. Protein untuk dapat beraktivitas secara maksimal memerlukan
komponen ekstra yang disebut sebagai kofaktor. Protein yang tidak berikatan
dengan kofaktor ini disebut sebagai apoprotein.
Protein memiliki peran vital
bagi makhluk hidup. Protein membentuk struktur organisme, memainkan peranan
utama dalam reaksi regulasi, sebagai carrier molekul tertentu, sebagai
molekul pertahanan dan terlibat dalam reaksi signaling. Protein
disintsis di ribosom dan DNA yang mengkode pembentukan protein. Banyak sinyal
dari perkembangan organisme yang menentukan kode yang mana yang akan
ditranskripsikan dan ditranslasi menjadi produk akhir protein.
Sebuah protein sama halnya suatu molekul DNA dan merupakan polimer yang linear dan tidak bercabang. Subunit monomerik pada protein disebut asam amino dan polimer yang dihasilkan atau polipeptidanya. Panjangnya jarang yang melebihi 2000 unit.
Gambar 1. Struktur asam amino
B. STRUKTUR
PROTEIN
1. Metode
Penentuan Struktur Protein
Struktur protein dapat diketahui dengan kristalografi sinar-X atau pun spektroskopi NMR. Namun, kedua metode tersebut
sangat memakan waktu dan relatif mahal. Sementara itu, metode sekuensing
protein relatif lebih mudah mengungkapkan sekuens asam amino protein. Prediksi struktur protein berusaha
meramalkan struktur tiga dimensi protein berdasarkan atas sekuens asam
aminonya. Dengan perkataan lain, prediksi tersebut meramalkan struktur sekunder
dan struktur tersier berdasarkan atas struktur primer protein.
Metode prediksi struktur protein yang ada saat ini dapat
dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu metode pemodelan protein komparatif
dan metode pemodelan de novo. Pemodelan protein komparatif (comparative
protein modelling) meramalkan struktur suatu protein berdasarkan atas
struktur protein lain yang telah diketahui. Salah satu penerapan metode ini
adalah homology modelling, yaitu prediksi struktur tersier protein
berdasarkan atas kesamaan struktur primer protein. Pemodelan homologi
didasarkan atas teori
bahwa dua protein yang homolog memiliki struktur yang sangat mirip satu sama lain.
Pada metode ini, struktur suatu protein yang disebut dengan
protein target, ditentukan berdasarkan atas struktur protein lain atau protein
templet, yang telah diketahui dan memiliki kemiripan sekuens dengan protein
target tersebut. Selain itu, penerapan lain pemodelan komparatif ialah protein
threading yang didasarkan atas kemiripan struktur tanpa kemiripan sekuens
primer. Latar belakang protein threading ialah bahwa struktur protein
lebih dikonservasi daripada sekuens protein selama evolusi; daerah-daerah yang
penting bagi fungsi protein dipertahankan strukturnya. Pada pendekatan ini,
struktur yang paling kompatibel untuk suatu sekuens asam amino dipilih dari
semua jenis struktur tiga dimensi protein yang ada. Metode-metode yang
tergolong dalam protein threading berusaha menentukan tingkat
kompatibilitas tersebut.
Struktur
protein dapat ditentukan dari sekuens primernya tanpa membandingkan dengan
struktur protein lain berdasarkan pendekatan de novo atau ab initio.
Terdapat banyak kemungkinan dalam pendekatan ini, misalnya dengan menirukan
proses pelipatan (folding) protein dari sekuens primernya menjadi
struktur tersiernya (misalnya dengan simulasi dinamika molekular), atau dengan optimisasi
global fungsi energi protein. Prosedur-prosedur ini cenderung membutuhkan
proses komputasi yang intens sehingga saat ini hanya digunakan dalam menentukan
struktur protein-protein kecil.
2. Tingkatan Struktur Protein
Struktur
protein mempunyai tingkatan struktur yang bersifat hirarki,
yang artinya bahwa protein disusun setahap demi setahap dan setiap
tingkatan tergantung dari tahapan di bawahnya. Adapun tingkatan struktur
protein adalah sebagai berikut :
a. Struktur
primer
Struktur ini dibentuk
dengan menggabungkan asam amino ke dalam polipeptida. Asam amino dihubungkan
dengan ikatan peptida yang terbentuk dengan reaksi kondensasi antara gugus
karboksil pada satu asam amino dengan gugus amino pada asam amino kedua. Ujung
dari polipeptida yang terbentuk mempunyai sifat kimia yang berbeda: satu
mempunyai gugus amino bebas (ujung N atau amino, NH2-)
dan ujung satunya mempunyai gugus karboksil bebas (ujung C atau karboksil, COOH-)
.
Gambar
2. Struktur primer protein
b.Struktur sekunder
Struktur ini merujuk pada konformasi yang
berbeda yang dapat terjadi pada polipeptida. Tipe yang umum yaitu α-heliks dan β-sheet. Keduanya terbentuk karena ikatan
hidrogen yang terjadi antara asam amino yang berbeda pada polipeptida. Hampir
semua polipeptida yang cukup panjang dapat terlipat ke dalam struktur sekunder.
Gambar 3. Struktur sekunder protein
c. Struktur tersier
Struktur
ini terbentuk dari
lipatan komponen struktur sekunder polipeptida yang membentuk konfigurasi tiga
dimensi. Struktur tersier terjadi karena bermacam-macam gaya kimiawi terutama
ikatan hidrogen antara individu asam amino dan gaya hidrofobik yang mengatur
bahwa asam amino dengan sisi gugus non-polar harus dilindungi dari air dengan
menenpatkannya di bagian dalam protein. Ikatan kovalennya disebut jembatan
disulfida yang menghubungkan antara asam amino sistein pada bermacam-macam
posisi pada polipeptida.
Gambar 4. Struktur tersier protein
d. Struktur kuartener
Struktur ini melibatkan asosiasi dua atau
lebih polipeptida, masing-masing terlipat menjadi struktur tersier, dalam
protein multisubunit. Tidak semua protein membentuk struktur kuaternair. Hanya
protein yang mempunyai fungsi kompleks yang memiliki struktur ini termasuk
beberapa protein yang terlibat dalam ekspresi gen. Beberapa struktur protein
terikat dengan jembatan disulfida antara polipeptida yang berbeda, tetapi
banyak protein terdiri dari asosiasi subunit yang lebih lemah yang dihubungkan
dengan ikatan hidrogen dan efek hidrofobik. Protein ini dapat kembali pada
komponen polipeptidanya, atau berubah komposisi subunitnya tergantung pada
kebutuhan fungsinya.
Gambar 5.
Struktur kuartener protein
Struktur terdasar dari protein yang biasa disebut struktur
primer adalah asam amino. Asam amino tersebut akan bertautan satu sama lain
membentuk rangkain asam amino yang panjang sekali. Asam amino sendiri dihasilkan
dari DNA melalui proses transkripsi dan translasi. Selanjutnya rantai asam
amino yang panjang tadi berikatan satu sama lain membentuk struktur kedua yakni
struktur sekunder, meliputi alfa-helix dan beta-sheet. Kalau dilihat secara
kasat mata memang tidak akan nampak, tapi kalau dilihat struktur kristalnya
akan tampak perbedaannya. Struktur sekunder akan berinteraksi menghasilkan
struktur tersier yakni berupa doamin-domain atau motif-motif yang sudah memiliki
fungsi khusus, berfungsi spesifik terhadap senyawa atau zat lain, bisa substrat
atau reseptor, atau ion logam dan lain-lain. Terakhir,domain protein akan
membuncah membentuk protein globuler yang besar dan saling bertekukan sehingga
beberapa asam amino penyusunnya ada yang terekspos keluar tetapi ada yang
bersembunyi di bagian dalam. Struktur inilah yang biasa dikenal dengan struktur
kuartener atau fungsional protein.
Setiap protein berbentuk globular dan
setiap protein harus mengalami pembentukan keempat struktur tadi dengan baik
untuk menghasilkan protein yang fungsional. Proses pembentukan protein ke
struktur globular tadi disebut folding (berlipat). Protein folding ini, bisa
terjadi dalam kurun waktu yang berbeda-beda, bisa sepersekian detik, atau bisa
juga beberapa jam. Tidak semua protein bisa berlipat dalam keadaan yang baik, bisa
jadi dalam perjalanan foldingnya, protein kehilangan gaya, energi, sehingga struktur
yang terbentuk justru bukan struktur
yang fungsional. Saat Itulah protein berada dalam keadaan inclusion bodies, yakni
berlipat membentuk struktur yang lebih kompleks tetapi tidak dapat berfungsi
dengan baik karena alasan tertentu.